Senin, 02 Desember 2013
Wujud CSR
Latar Belakang Masalah
Tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (untuk selanjutnya disebut CSR) mungkin masih kurang popular dikalangan pelaku usaha nasional. Namun, tidak berlaku bagi pelaku usaha asing. Kegiatan sosial kemasyarakatan yang dilakukan secara sukarela itu, sudah biasa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan multinasional ratusan tahun lalu.
Berbeda dengan kondisi Indonesia, di sini kegiatan CSR baru dimulai beberapa tahun belakangan. Tuntutan masyarakat dan perkembangan demokrasi serta derasnya arus globalisasi dan pasar bebas, sehingga memunculkan kesadaran dari dunia industri tentang pentingnya melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Walaupun sudah lama prinsip-prinsip CSR diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam lingkup hukum perusahaan. Namun amat disesalkan dari hasil survey yang dilakukan oleh Suprapto pada tahun 2005 terhadap 375 perusahaan di Jakarta menunjukkan bahwa 166 atau 44,27 % perusahaan menyatakan tidak melakukan kegiatan CSR dan 209 atau 55,75 % perusahaan melakukan kegiatan CSR. Sedangkan bentuk CSR yang dijalankan meliputi; pertama, kegiatan kekeluargaan (116 perusahaan), kedua, sumbangan pada lembaga agama (50 perusahaan), ketiga, sumbangan pada yayasan social (39) perusahaan) keempat, pengembangan komunitas (4 perusahaan). [1] Survei ini juga mengemukakan bahwa CSR yang dilakukan oleh perusahaan amat tergantung pada keinginan dari pihak manajemen perusahaan sendiri.
Hasil Program Penilaian Peringkat Perusahaan (PROPER) 2004-2005 Kementerian Negara Lingkungan Hidup menunjukkan bahwa dari 466 perusahaan dipantau ada 72 perusahaan mendapat rapor hitam, 150 merah, 221 biru, 23 hijau, dan tidak ada yang berperingkat emas. Dengan begitu banyaknya perusahaan yang mendapat rapor hitam dan merah, menunjukkan bahwa mereka tidak menerapkan tanggung jawab lingkungan. Disamping itu dalam prakteknya tidak semua perusahaan menerapkan CSR. Bagi kebanyakan perusahaan, CSR dianggap sebagai parasit yang dapat membebani biaya “capital maintenance”. Kalaupun ada yang melakukan CSR, itupun dilakukan untuk adu gengsi. Jarang ada CSR yang memberikan kontribusi langsung kepada masyarakat.
Kondisi tersebut makin populer tatkala DPR mengetuk palu tanda disetujuinya klausul CSR masuk ke dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU PM). Pasal 74 UU PT yang menyebutkan bahwa setiap perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Jika tidak dilakukan, maka perseroan tersebut bakal dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Aturan lebih tegas sebenarnya juga sudah ada di UU PM Dalam pasal 15 huruf b disebutkan, setiap penanam modal berkewajiban melaksankan tanggung jawab sosial perusahaan. Jika tidak, maka dapat dikenai sanksi mulai dari peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal, atau pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal (pasal 34 ayat (1) UU PM).
Tentu saja kedua ketentuan undang-undang tersebut membuat fobia sejumlah kalangan terutama pelaku usaha lokal. Apalagi munculnya Pasal 74 UU PT yang terdiri dari 4 ayat itu sempat mengundnag polemik. Pro dan kontra terhadap ketentuan tersebut masih tetap berlanjut sampai sekarang. Kalangan pelaku bisnis yang tergabung dalam Kadin dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang sangat keras menentang kehadiran dari pasal tersebut. Pertanyaan yang selalu muncul adalah kenapa CSR harus diatur dan menjadi sebuah kewajiban ? Alasan mereka adalah CSR kegiatan di luar kewajiban perusahaan yang umum dan sudah ditetapkan dalam perundang-undangan formal, seperti : ketertiban usaha, pajak atas keuntungan dan standar lingkungan hidup. Jika diatur sambungnya selain bertentangan dengan prinsip kerelaan, CSR juga akan memberi beban baru kepada dunia usaha. Apalagi kalau bukan menggerus keuangan suatu perusahaan.
Pikiran-pikiran yang menyatakan kontra terhadap pengaturan CSR menjadi sebuah kewajiban, disinyalir dapat menghambat iklim investasi baik bagi perseroan yang sudah ada maupun yang akan masuk ke Indonesia. Atas dasar berbagai pro dan kontra itulah tulisan ini diangkat untuk memberikan urun rembug terhadap pemahaman CSR dalam perspektif kewajiban hukum.
Pengertian CSR dan Bentuk CSR Corporate Social Responsibility
Corporate Social Responsibility atau CSR adalah mekanisme bagi suatu organisasi atau perusahaan untuk sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan maupun sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggung jawab perusahaan di bidang hukum (Darwin, 2004). Hackson and Milne (1996) juga menyatakan bahwa Corporate Social Responsibility merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi perusahaan atau organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan.
Dan menurut The world Business Council for Sustainable Development (WBCSD), tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility didefinisikan sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribui bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan, melalui kerja sama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang bermanfaat baik bagi bisnis sendiri maupun untuk pembangunan. Sedangkan Corporate Social Responsibility sebagai konsep akuntansi yang baru adalah transparasi pengungkapan sosial atas kegiatan dan aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan, dimana transparasi informasi yang diungkapkan tidak hanya informasi keuangan perusahaan, tetapi perusahaan atau organisasi juga diharapkan untuk mengungkapkan informasi mengenai dampak sosial dan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh kegiatan dan aktivitas perusahaan itu sendiri. Seperti yang dikatakan diawal jika elemen yang ada pada CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan mengacu pada draft 4.2 ISO 26000 on Social Responsibility (2008) berjumlah tujuh elemen, yaitu:
Pengembangan Masyarakat
Setiap kegiatan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan pasti disertai dampak yang ditimbulkan baik positif maupun negatif bagi lingkungan sekitar. Namun umumnya, dampak negatif yang akan lebih mendominasi dari kegiatan bisnis suatu perusahaan. Dampak negatif itu sendiri dapat berupa pencemaran lingkungan akibat limbah pabrik maupun ekploitasi sumbedaya alam bagi kepentingan jangka pendek semata. Dalam posisi ini tentu masyarakat yang akan banyak menanggung akibat dari 14 dampak negatif tersebut. Oleh karena itu perusahaan dapat menunjukkan salah satu bentuk tanggung jawab sosial kepada masyarakat melalui Coorporate Social Responsibility (CSR) ini. Program dalam CSR ini sebaiknya dibuat berdasarkan kebutuhan masyarakat sekitar, sehingga mereka dapat merasakan manfaat dari apa yang mereka butuhkan. Seperti mendukung pengembangan industri lokal, membuka fasilitas perusahaan bagi masyarakat, dan berpartisipasi dalam proyek kesehatan masyarakat serta berbagai bentuk kegiatan yang lain. Karena program CSR itu sendiri seharusnya bukan sekedar bentuk Charity perusahaan terhadap masyarakat seperti pemberian bantuan jangka pendek yang tidak menyelesaikan permasalahan di masyarakat maupun lingkungan. Tapi kegiatan CRS ini selayaknya merupakan Coorporate Citizenship dimana program yang dibuat berdasarkan pertimbangan jangka panjang dan berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat sekitar (Alfia, 2008).
Tata Kelola Organisasi
Prinsip penyelenggaraan CSR yang baik akan berkaitan erat dengan tata kelola perusahaan yang baik (Good Governance) pula. Good Governance
dapat dilakukan perusahaan dengan melakukan seperti penentuan dan pelibatan stakeholders dalam sejumlah aktivitas perusahaan, komunikasi kebijakan dan program dari perusahaan, dan pengintegrasian program CSR dalam kebijakan dan program perusahaan. Karena dengan tata kelola organisasi yang baik, maka target dan strategi perusahaan akan mudah tercapai. (APCSRI, 2009)
Hak Asasi Manusia
Pengangkatan nilai- nilai Hak Asasi Manusia di dalam praktek operasi perusahaan harus sangat diperhatikan oleh manajemen perusahaan. Maka pelanggaran HAM yang terjadi di dalam korporasi atau sebuah unit usaha harus sangat diminimalisir. Karena akan sangat mempengaruhi kondisi kerja bagi perusahaan itu sendiri. Maka perusahaan dengan tingkat pelanggaran HAM yang sedikit akan jauh lebih baik kondisi kerjanya jika dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki tingkat pelanggaran yang besar. Kasus HAM dalam korporasi di dunia tertuang pada Global Compact yang digulirkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tahun 1999, dan dokumen PBB tentang tanggungjawab perusahaan (transnasional) terhadap HAM ( yang disahkan pada tahun 2003). Global Compact merupakan nilai yang melandasi CSR dan Good Corporate (GC). Karena melalui gagasan ini, korporasi diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada masyarakat dalam bentuk investasi sosial. Dan isi dari Global Compact, yang menyangkut bidang HAM, diantaranya (Nick Doren, 2011) :
Sektor bisnis diminta untuk mendukung dan menghargai perlindungan HAM internasional di dalam ruang lingkup pengaruhnya;
Sektor bisnis diminta untuk memastikan bahwa korporasi-korporasinya tidak terlibat di dalam pelanggaran-pelanggaran HAM.
Tenaga Kerja
Keberadaan suatu perusahaan tidak bisa terlepas dari peranan para tenaga kerja sebagai lingkungan internalnya. Perusahaan dan tenaga kerja merupakan pasangan hidup yang saling memberi dan membutuhkan kontribusi dan harmonisasi. Dan keduanya akan menentukan keberhasilan dan perkembangan perusahaan serta berperan dalam pembangunan bangsa. Sebagai bentuk perhatian perusahaan terhadap tenaga kerjanya, maka perusahaan harus menerapkan CSR kepada tenaga kerjanya. Penerapan CSR kepada tenaga kerja dapat dilakukan dengan mengadakan pelatihan kepada tenaga kerja, memfasilitasi pelayanan kesehatan tenaga kerja, dan memberi bantuan keuangan untuk pendidikan tenaga kerjanya. Karena dengan adanya program CSR yang dilakukan oleh perusahaan terhadap tenaga kerjanya mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para tenaga kerja dan keluarganya. Dan aktifitas CSR tersebut dilakukan juga dengan harapan meminimalkan terjadinya konflik atau permasalahan antara perusahaan dan tenaga kerjanya, selain itu pihak perusahaan akan memperoleh hasil produksi yang maksimal, kinerja tenaga kerja yang lebih optimal, dan dalam jangka panjang dan mampu menumbuhkan semangat serta pengabdian para tenaga kerjanya untuk bisa mempersembahkan yang terbaik bagi perusahaan (Edi Suharto, 2011).
Lingkungan
Lokasi sebuah perusahaan yang berada pada lingkungan dimana perusahaan tersebut beroperasi, akan memunculkan kewajiban untuk peduli terhadap lingkungan, dengan atau tanpa diminta. Karena aktivitas yang dilakukan perusahaan secara langsung maupun tidak langsung akan memberikan dampak negatif bagi lingkungan di sekitar perusahaan itu berada. Maka upaya yang harus dilakukan perusahaan untuk tetap peduli terhadap lingkungan sekitar adalah dengan melakukan kewajiban Corporate Social Responsibility (CSR). Kegiatan CSR sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan dapat dilakukan dengan memperhatikan polusi yang timbul akibat kegiatan operasi perusahaan, konservasi sumber daya alam serta penggunaan material daur ulang. Karena tujuan CSR yang sebenarnya adalah agar perusahaan melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Karena perusahaan yang berhubungan dengan pemanfaatan alam harus memperhatikan dampak yang timbul atas kerusakan kelestarian lingkungan yang dapat mengganggu kehidupan sosial masyarakat. (dalam: Listrik Indonesia edisi 25)
Praktek Operasi Perusahaan yang Adil
Praktek operasi perusahaan yang adil juga merupakan salah satu bentuk dari CSR. Karena bentuk tanggung jawab yang dilakukan perusahaan tidak hanya memperhatikan kondisi eksternal sebagai akibat dari operasi perusahaan itu sendiri, tetapi juga lingkungan internalnya. Maka konsep praktek operasi perusahaan yang adil tetap harus diperhatikan oleh perusahaan. Praktek operasi perusahaan yang adil dapat dilakukan dengan memberikan perlakuan yang adil terhadap pemegang saham minoritas (fairness), penyajian laporan keuangan yang akurat dan tepat waktu (transparency), serta fungsi dan kewenangan RUPS. (Payaman S, 2005)
Isu Terkait Konsumen
Perhatian terhadap konsumen oleh perusahaan merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan. Karena sekarang kebanyakan konsumen semakin kritis. Mereka sangat peduli dengan isu mengenai keamanan produk, dan juga privasi yang harus didapatkan terhadap dirinya dari produk yang dibelinya. Mereka akan menilai negatif terhadap perusahaan yang tidak peduli mengenai keamanan produk yang dijual. Sebaliknya, mereka akan respek dengan perusahaan yang peduli terhadap produk yang dipasarkan. Maka dari itu perusahaan harus memberikan suatu bentuk tanggung jawab sosial berupa CSR dengan melakukan survey untuk mengukur tingkat kepuasan konsumen terhadap produknya serta membuka peluang sebesar- besarnya kepada para konsumen jika ada bentuk saran maupun keluhan yang ditujukan kepada perusahaan. Karena hubungan yang terjalin dengan baik antara perusahaan dan konsumen akan menguntungkan kedua belah pihak terutama perusahaan sehubungan dengan produk yang dipasarkan serta timbulnya loyalitas dari konsumen untuk terus menggunakan produk perusahaan (SME, 2007).
Analisis dan pengembangan
Peraturan pemerintah pada beberapa negara mengenai lingkungan hidup dan permasalahan sosial semakin tegas, juga standar dan hukum seringkali dibuat hingga melampaui batas kewenangan negara pembuat peraturan (misalnya peraturan yang dibuat oleh Uni Eropa. Beberapa investor dan perusahaam manajemen investasi telah mulai memperhatikan kebijakan CSR dari Surat perusahaan dalam membuat keputusan investasi mereka, sebuah praktek yang dikenal sebagai "Investasi bertanggung jawab sosial" (socially responsible investing).
Banyak pendukung CSR yang memisahkan CSR dari sumbangan sosial dan "perbuatan baik" (atau kedermawanan seperti misalnya yang dilakukan oleh Habitat for Humanity atau Ronald McDonald House), namun sesungguhnya sumbangan sosial merupakan bagian kecil saja dari CSR. Perusahaan di masa lampau seringkali mengeluarkan uang untuk proyek-proyek komunitas, pemberian beasiswa dan pendirian yayasan sosial. Mereka juga seringkali menganjurkan dan mendorong para pekerjanya untuk sukarelawan (volunteer) dalam mengambil bagian pada proyek komunitas sehingga menciptakan suatu itikad baik di mata komunitas tersebut yang secara langsung akan meningkatkan reputasi perusahaan serta memperkuat merek perusahaan. Dengan diterimanya konsep CSR, terutama triple bottom line, perusahaan mendapatkan kerangka baru dalam menempatkan berbagai kegiatan sosial di atas.
Kepedulian kepada masyarakat sekitar/relasi komunitas dapat diartikan sangat luas, namun secara singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan partisipasi dan posisi organisasi di dalam sebuah komunitas melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi organisasi dan komunitas. CSR bukanlah sekedar kegiatan amal, di mana CSR mengharuskan suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku kepentingan internal. "dunia bisnis, selama setengah abad terakhir, telah menjelma menjadi institusi paling berkuasa di atas planet ini. Institusi yang dominan di masyarakat manapun harus mengambil tanggung jawab untuk kepentingan bersama....setiap keputusan yang dibuat, setiap tindakan yang diambil haruslah dilihat dalam kerangka tanggung jawab tersebut
Sebuah definisi yang luas oleh World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) yaitu suatu asosiasi global yang terdiri dari sekitar 200 perusahaan yang secara khusus bergerak di bidang "pembangunan berkelanjutan" (sustainable development) yang menyatakan bahwa: " CSR merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari komunitas setempat atau pun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup pekerjanya beserta seluruh keluarganya".
Pelaporan dan pemeriksaan
Untuk menunjukkan bahwa perusahaan adalah warga dunia bisnis yang baik maka perusahaan dapat membuat pelaporan atas dilaksanakannya beberapa standar CSR termasuk dalam hal:
Akuntabilitas atas standar AA1000 berdasarkan laporan sesuai standar John Elkington yaitu laporan yang menggunakan dasar triple bottom line (3BL)
Global Reporting Initiative, yang mungkin merupakan acuan laporan berkelanjutan yang paling banyak digunakan sebagai standar saat ini.
Verite, acuan pemantauan
Laporan berdasarkan standar akuntabilitas sosial internasional SA8000
Standar manajemen lingkungan berdasarkan ISO 14000
Di beberapa negara dibutuhkan laporan pelaksanaan CSR, walaupun sulit diperoleh kesepakatan atas ukuran yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan dalam aspek sosial. Smentara aspek lingkungan--apalagi aspek ekonomi--memang jauh lebih mudah diukur. Banyak perusahaan sekarang menggunakan audit eksternal guna memastikan kebenaran laporan tahunan perseroan yang mencakup kontribusi perusahaan dalam pembangunan berkelanjutan, biasanya diberi nama laporan CSR atau laporan keberlanjutan. Akan tetapi laporan tersebut sangat luas formatnya, gayanya dan metodologi evaluasi yang digunakan (walaupun dalam suatu industri yang sejenis). Banyak kritik mengatakan bahwa laporan ini hanyalah sekadar "pemanis bibir" (suatu basa-basi), misalnya saja pada kasus laporan tahunan CSR dari perusahaan Enron dan juga perusahaan-perusahaan rokok. Namun, dengan semakin berkembangnya konsep CSR dan metode verifikasi laporannya, kecenderungan yang sekarang terjadi adalah peningkatan kebenaran isi laporan. Bagaimanapun, laporan CSR atau laporan keberlanjutan merupakan upaya untuk meningkatkan akuntabilitas perusahaan di mata para pemangku kepentingannya.
Alasan terkait bisnis (business case) untuk CSR
Skala dan sifat keuntungan dari CSR untuk suatu organisasi dapat berbeda-beda tergantung dari sifat perusahaan tersebut. Banyak pihak berpendapat bahwa amat sulit untuk mengukur kinerja CSR, walaupun sesungguhnya cukup banyak literatur yang memuat tentang cara mengukurnya. Literatur tersebut misalnya metode "Empat belas poin balanced scorecard oleh Deming. Literatur lain misalnya Orlizty, Schmidt, dan Rynes[3] yang menemukan suatu korelasi positif walaupun lemah antara kinerja sosial dan lingkungan hidup dengan kinerja keuangan perusahaan. Kebanyakan penelitian yang mengaitkan antara kinerja CSR (corporate social performance) dengan kinerja finansial perusahaan (corporate financial performance) memang menunjukkan kecenderungan positif, namun kesepakatan mengenai bagaimana CSR diukur belumlah lagi tercapai. Mungkin, kesepakatan para pemangku kepentingan global yang mendefinisikan berbagai subjek inti (core subject) dalam ISO 26000 Guidance on Social Responsibility--direncanakan terbit pada September 2010--akan lebih memudahkan perusahaan untuk menurunkan isu-isu di setiap subjek inti dalam standar tersebut menjadi alat ukur keberhasilan CSR.
Hasil Survey "The Millenium Poll on CSR" (1999) yang dilakukan oleh Environics International (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader Forum (London) di antara 25.000 responden dari 23 negara menunjukkan bahwa dalam membentuk opini tentang perusahaan, 60% mengatakan bahwa etika bisnis, praktik terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, yang merupakan bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) akan paling berperan. Sedangkan bagi 40% lainnya, citra perusahaan & brand image-lah yang akan paling memengaruhi kesan mereka. Hanya 1/3 yang mendasari opininya atas faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor finansial, ukuran perusahaan,strategi perusahaan, atau manajemen.
Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR adalah ingin "menghukum" (40%) dan 50% tidak akan membeli produk dari perusahaan yang bersangkutan dan/atau bicara kepada orang lain tentang kekurangan perusahaan tersebut.
Secara umum, alasan terkait bisnis untuk melaksanakan biasanya berkisar satu ataupun lebih dari argumentasi di bawah ini:
Sumberdaya manusia
Program CSR dapat berwujud rekruitmen tenaga kerja dan memperjakan masyarakat sekitar. Lebih jauh lagi CSR dapat dipergunakan untuk menarik perhatian para calon pelamar pekerjaan, terutama sekali dengan adanya persaingan kerja di antara para lulusan. Akan terjadi peningkatan kemungkinan untuk ditanyakannya kebijakan CSR perusahaan, terutama pada saat perusahaan merekruit tenaga kerja dari lulusan terbaik yang memiliki kesadaran sosial dan lingkungan. Dengan memiliki suatu kebijakan komprehensif atas kinerja sosial dan lingkungan, perusahaan akan bisa menarik calon-calon pekerja yang memiliki nilai-nilai progresif. CSR dapat juga digunakan untuk membentuk suatu atmosfer kerja yang nyaman di antara para staf, terutama apabila mereka dapat dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang mereka percayai bisa mendatangkan manfaat bagi masyarakat luas, baik itu bentuknya "penyisihan gaji", "penggalangan dana" ataupun kesukarelawanan (volunteering) dalam bekerja untuk masyarakat.
Manajemen Risiko
Manajemen risiko merupakan salah satu hal paling penting dari strategi perusahaan. Reputasi yang dibentuk dengan susah payah selama bertahun-tahun dapat musnah dalam sekejap melalui insiden seperti skandal korupsi atau tuduhan melakukan perusakan lingkungan hidup. Kejadian-kejadian seperti itu dapat menarik perhatian yang tidak diinginkan dari penguasa, pengadilan, pemerintah dan media massa. Membentuk suatu budaya kerja yang "mengerjakan sesuatu dengan benar", baik itu terkait dengan aspek tata kelola perusahaan, sosial, maupun lingkungan--yang semuanya merupakan komponen CSR--pada perusahaan dapat mengurangi risiko terjadinya hal-hal negatif tersebut.
Ijin Usaha
Perusahaan selalu berupaya agar menghindari gangguan dalam usahanya melalui perpajakan atau peraturan. Dengan melakukan sesuatu 'kebenaran" secara sukarela maka mereka akan dapat meyakinkan pemerintah dan masyarakat luas bahwa mereka sangat serius dalam memperhatikan masalah kesehatan dan keselamatan, diskriminasi atau lingkungan hidup maka dengan demikian mereka dapat menghindari intervensi. Perusahaan yang membuka usaha diluar negara asalnya dapat memastikan bahwa mereka diterima dengan baik selaku warga perusahaan yang baik dengan memperhatikan kesejahteraan tenaga kerja dan akibat terhadap lingkungan hidup, sehingga dengan demikian keuntungan yang menyolok dan gaji dewan direksinya yang sangat tinggi tidak dipersoalkan.
Motif Perselisihan Bisnis
Kritik atas CSR akan menyebabkan suatu alasan dimana akhirnya bisnis perusahaan dipersalahkan. Contohnya, ada kepercayaan bahwa program CSR seringkali dilakukan sebagai suatu upaya untuk mengalihkan perhatian masyarakat atas masalah etika dari bisnis utama perseroan.
Pemkot Bedah 40 Rumah Gakin Kota Malang (Contoh CSR yang ada di Malang)
Malang (Antara Jatim) - Pemerintah Kota Malang, Jawa Timur, hingga akhir tahun 2013 akan menuntaskan program bedah rumah tidak layak huni bagi 40 warga miskin di daerah itu. Kepala Dinas Sosial Kota Malang Zubaidah, Jumat mengemukakan, bedah rumah untuk 40 rumah warga miskin (gakin) tersebut merupakan bantuan dari Meneterian Sosial (Kemensos), dan harus selesai pembangunannya dalam waktu dua bulan. "Awal Desember nanti semuanya harus sudah selesai, termasuk laporannya. Bantuan yang diberikan untuk program bedah rumah ini masing-masing sebesar Rp10 juta per unit," katanya, menambahkan. Menurut Zubaidah, bantuan dana tersebut langsung ditransfer dari rekening Kemensos ke penerima dan pelaksana di lapangan melalui Lembaga Pemberdayaan Masyarakat kelurahan (LPMK).
Meski proses pembangunannya dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat, lanjutnya, Pemkot Malang tetap melakukan pengawasan secara intensif. Sejumlah 40 rumah yang dibedah tersebut tersebar di tiga kelurahan, yakni 19 rumah di Kelurahan Wonokoyo, 20 rumah di Kelurahan Buring, Kecamatan Kedungkandang dan satu rumah ada di Kelurahan Sukun.
Selain program bedah rumah bantuan dari Kemensos sebanyak 40 unit, 1.200 gakin Kota Malang juga akan mendapatkan program yang sama melalui dana tanggung jawab perusahaan atau "Corporate social responsibility" (CSR) dari berbagai perusahaan yang digalang oleh Wali Kota Malang Moch Anton, serta 270 unit dari bantuan Kementerian Pekerjaan Umum. "Kami akan terus mengupayakan dana CSR dari perusahaan yang beroperasi di Kota Malang ini untuk program-program yang pro rakyat, seperti bedah rumah tidak layak huni ini," tegas Moch Anton. Untuk program dari Kementerian PU dana yang disediakan untuk setiap rumah bervariasi antara Rp15 juta/unit (rusak berat) dan rusak ringan sebesar Rp7,5 juta/unit. Untuk program bedah rumah bantuan dari PU selama tiga tahun terakhir, yakni 2012 hingga 2014, katanya, ditargetkan sebanyak 500 unit. Tahun 2012 sebanyak 108 rumah, 2013 sebanyak 270 rumah dan tahun depan sisanya, yakni sebanyak 122 rumah.
ANALISIS PERKEMBANGAN SOSIAL DALAM KEGIATAN TERAPI PADA MANULA DENGAN TEORI DRAMATURGI DI RUMAH SAKIT JIWA WIKARTA MANDALA PUJON, KAB. MALANG
Latar Belakang Masalah
Rumah Sakit Wikarta Mandala berada di Jalan Raya Sebaluh no 2 Pujon Malang Jawa Timur 65391 Telepon 0341-524206. Rumah Sakit Wikarta Mandala berdiri sejak tahun 1989 dan luas bangunan rumah sakit tersebut kurang lebih 10 hektar. Pada tahun 1989 Rumah Sakit Wikarta Mandala terkenal sebagai rumah sakit yang pelayanannya sangat bagus. Rumah Sakit Wikarta Mandala memiliki beberapa fasilitas di antaranya ada ruang perawatan putra dan putri, dalam ruang perawatan putra dan putri ini di bagi menjadi tiga kelas yaitu kelas 1, 2, dan 3. Selain itu, terdapat ruang terapi aktivitas, ruang dokter, ruang fisiotherapy, ruang psikiatri, ruang administrasi, dapur, asrama, kebun, kolam ikan, lapangan, dan aula. Jumlah pasiennya pada tahun 1989 mencapai ratusan dan kebanyakan penghuni atau Rumah Sakit Wikarta Mandala tersebut adalah orang cina dan beragama katolik.
Pada tahun 2013 jumlah pasien yang ada di Rumah Sakit Wikarta Mandala kurang lebih 40 orang dan kebanyakan berusia lanjut. Pasien yang mengalami gangguan jiwa di Rumah Sakit Wikarta Mandala memiliki berbagai macam masalah dan tipe penyakit jiwa, diantaranya ada yang dikarenakan usahanya bangkrut, putus cinta, perceraian, narkoba, putus asa, dan tidak lulus perkuliahan. Gangguan jiwa tersebut dapat disebut juga tipe gangguan depresi, halusinasi, eforia, berfantasi, frustasi. Para penderita banyak yang mengalami ketakutan dan tidak suka menjalani pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter ataupun psikiater. Meraka juka terkadang menjadi marah bahkan sangat tersinggung ketika mereka diperiksa ataupun diberi obat, karena mereka menganggap bahwa dirinya tidak sakit dan sehat jiwanya. Survey membuktikan bahwa orang dengan gangguan jiwa berat umumnya tidak mempunyai pekerjaan, kurang pendidikan, dan mempunyai hubungan yang tertutup, serta tidak sedikit yang dalam kemiskinan. Hal ini dimungkinkan berhubungan dengan karakteristik baik gejala primer maupun sekunder, dan reaksi masyarakat terhadap orang yang mempunyai gangguan jiwa. Banyak mitos berkembang di masyarakat tentang orang dengan gangguan jiwa,misalnya; “orang dengan gangguan jiwa tidak akan pernah normal, tingkah lakunya tidak bisadiprediksi, cenderung berbahaya, memvonis dengan sebutan “orang gila”, dan lain-lain”. (Susana;2007;21).
Satu sisi, begitu kuat memori yang ada mengatakan pada keluarga bahwa, gangguan jiwa adalah penyakit yang sangat sulit disembuhkan, dan akan banyak menguras dan menghabiskan segala yang ada. Sehingga Pasien gangguan jiwa sering menjadi beban bagi keluarga karena perawatan dan pengobatan yang lama dan cenderung bisa kambuh lagi. Keluarga kadang menjadi jenuh sehingga mereka tidak lagi memperhatikan si penderita. Penderita memerlukan bantuan orang lain yang mendorong dan memotivasi agar dapat mandiri. Oleh karena itu, penerimaan dan dukungan sosial dari keluarga sangat diperlukan. Tidak ada pilihan lain yang menguntungkan bagi keluaga kecuali menerima kenyataan tersebut. keputusan memilih hal di luar tersebut, justru semakin memperparah keadaan pasien, dan akan memperlebar wilayah gangguan jiwa bagi anggota keluarga yang lainya. Faktor keluarga dapat menjadi penyebab terbesar gangguan jiwa. Namun faktor dukungan dan penerimaan keluarga juga menentukan kesembuhan pasien sakit jiwa. Intinya, kesembuhan pengidap gangguan jiwa tergantung sikap dan perilaku keluarga. Jika memberikan perhatian lebih dengan penuh kasih sayang, penyembuhan bisa lebih cepat.
Dulu pada tahun 1989 di Rumah Sakit Wikarta Mandala terdapat kegiatan terapi yang dinamakan kursus kreatifitas, dalam kursus ini pasien diajarkan memasak, menjahit, merangkai bunga , tetapi karena jumlah pasien semakin berkurang dan usia pasien semakin tua terapi tersebut tidak diadakan lagi. Di tahun 2013 kegiatan terapi diganti dengan nama kegiatan terapi aktivitas, kegiatan ini hanya bertujuan mengisi waktu luang pasian di masa tua nya. Kegiatan terapi aktivitas ini bermacam-macam diantaranya terapi perputakaan, simulasi, okupasi, olahraga, rekreasi, dan karaoke, tetapi kegiatan ini tidak diikuti oleh seluruh pasien, karena terkadang pasien merasa bosan, gelisah, malas dan merasa tidak membutuhkan kegiatan terapi tersebut. Dalam kegiatan terapi tersebut masih belum dapat merubah prilaku pada pasien, karena dalam kegiatan terapi ini dilaksanakan agar dapat menjadikan pasien dapat mengisi kegiatan yang positif. Misalnya saja dalam kegiatan terapi perpustakaan, pasien diajak untuk membaca buku dan merangkum apa yang telah dia baca serta memaparkan hasil yang telah dirangkum dan dibaca tersebut, sedangkan untuk pasien yang tidak dapat membaca dan malas membaca, pasien diberi suatu cerita dan melihat film. Untuk terapi simulasi yaitu pasien diajak melakukan suatu forum diskusi dan dalam forum diskusi tersebut ada salah satu pasien yang dijadikan moderator untuk membacakan pertanyaan yang telah disediakan oleh petugas terapi dan pasien yang lain menjawab, jadi dari jawaban yang diungkapkan oleh pasien dapat dilihat apakah pasin bisa sambung dalam berkomunikasi. Dalam kegiatan okupasi pasien diajak bersih-bersih, diantaranya bersih diri dan lingkungan. Kegiatan terapi rekreasi diadakan dua minggu sekali, hal ini dilaksanakan agar pasien tidak jenuh berada dalam ruangan saja, dan agar pasien bisa merasa bebas. Sedangkan terapi karaoke dilaksanakan untuk menunjukkan kemampuan pasien dalam bernyanyi dan untuk terapi olah raga bisa menjadikan pasien sehat jasmani serta rohaninya. Oleh karena itu dari beberapa terapi yang ada pasien lebih menyukai kegiatan terapi karaoke dan rekreasi karena setiap kegiatan ini pasien yang mengikuti jumlahnya lebih banyak dari terapi yang lain. Dalam kajian ini kelompok mengambil sasaran manula di RSJ Wikarta Mandala dikarenakan seorang manula sudah banyak yang tidak dapat melaksanakan kegiatan atau aktivitas secara sendiri, mereka masih bergantung pada orang lain. Misalnya saja pasien yang ada di Rumah Sakit Wikarta Mandala, para pasien dalam mengurus dirinya masih kurang, kebersihan mereka juga kurang terjaga, pasien masih membutuhkan perawat untuk mandi, makan, minum obat. Selain itu, sasaran manula yang mengalami gangguan jiwa di RS Wikarta Mandala dikucilkan dengan orang lain, terutama keluarga sendiri. Keluarga masih terauma untuk membawa pasien pulang dikarenakan takut dan terauma dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya, belum juga pandangan masyarakat dilingkungan terhadap gangguan jiwa yang dialami. Oleh sebab itu kelompok kami menggunakan teori Dramaturgi, yaitu dengan bermain peran, maksudnya pasien wikarta mandala disamarkan dari identitas gangguan jiwanya agar mereka tidak dikucilkan oleh masyarakat, dan keluarga harus dapat meyakinkan masyarakat bahwa pasien bisa dapat berkomunikasi dengan baik di lingkungan, selain keluarga pihak rumah sakit juga berperan penting untuk meyakinkan kepada keluarga bahwa pasien bisa diterima dengan lingkungan dengan cara bermain peran sesuai teori Dramaturgi.
Kajian Pustaka
Menurut Goffman (1959), subjek sosiologi dramaturgi adalah penciptaan, pemeliharaan utama, dan perusakan pemahaman umum dari realitas oleh orang yang bekerja secara individual dan kolektif untuk menyajikan gambar bersama dan terpadu dari kenyataan itu. Ini adalah klaim Goffinan bahwa jika kita memahami bagaimana seorang aktor Amerika kontemporer dapat menyampaikan kesan seorang pangeran yang sarat kecemasan Denmark selama presentasi Hamlet, kita juga dapat memahami bagaimana sebuah agen asuransi mencoba untuk bertindak seperti operasi profesional dengan kombinasi ahli pengetahuan dan goodwill.
Goffman mendalami dramaturgi dari segi sosiologi. Beliau menggali segala macam perilaku interaksi yang kita lakukan dalam pertunjukan kehidupan kita sehari-hari yang menampilkan diri kita sendiri dalam cara yang sama dengan cara seorang aktor menampilkan karakter orang lain dalam sebuah pertunjukan drama. Cara yang sama ini berarti mengacu kepada kesamaan yang berarti ada pertunjukan yang ditampilkan. Goffman mengacu pada pertunjukan sosiologi. Pertunjukan yang terjadi di masyarakat untuk memberi kesan yang baik untuk mencapai tujuan. Tujuan dari presentasi dari Diri-Goffman ini adalah penerimaan penonton akan manipulasi. Bila dalam komunikasi konvensional manusia berbicara tentang bagaimana memaksimalkan indera verbal dan non-verbal untuk mencapai tujuan akhir komunikasi, agar orang lain mengikuti kemauan kita. Maka dalam dramaturgis, yang diperhitungkan adalah konsep menyeluruh bagaimana kita menghayati peran sehingga dapat memberikan feedback sesuai yang kita mau. Perlu diingat, dramatugis mempelajari konteks dari perilaku manusia dalam mencapai tujuannya dan bukan untuk mempelajari hasil dari perilakunya tersebut.
Dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi antar manusia ada “kesepakatan” perilaku yang disetujui yang dapat mengantarkan kepada tujuan akhir dari maksud interaksi sosial tersebut. Bermain peran merupakan salah satu alat yang dapat mengacu kepada tercapainya kesepakatan tersebut. Dalam pandangan Goffman, diri bukanlah milik aktor tetapi lebih sebagai hasil intersi dramatis antara aktor dan audien. Diri adalah pengaruh dramatis yang muncul dari suasana yang ditampilkan. Dramaturgi Goffman memperhatikan proses yang dapat mencegah gangguan atas penampilan diri. Meski sebagian besar bahasannya ditekankan pada interaksi dramaturgi ini, Goffman menunjukan bahwa pelaksanaannya adalah sukses. Hasilnya adalah bahwa dalam keadaan biasa, diri yang serasi dengan pelakunya,penampilannya berasal dari pelaku.
Goffman (dalam Yusuf, 2006) juga memiliki kontribusi dalam analisis terhadap pengidap sakit mental, sebagaimana analisanya dalam buku Asylums (1961).Goffman beasumsi bahwa saat berinteraksi aktor ingin menampilkan perasaan diri yang dapat diterima oleh orang lain. Tetapi ketika menampilkan diri aktor menyadari bahwa anggota audien dapat mengganggu penampilannya. Oleh karena itu aktor menyesuaikan diri dengan pengendalian audiens terutama unsur yang dapat mengganggu. Aktor berharap perasaan diri yang mereka tampilkan kepada audien cukup kuat dan mempengaruhi audiens. Aktor pun berharap audiens akan bertindak seperti yang diinginkan aktor dari mereka. Goffman menggolongkan hal tersebut sebagai manajemen pengaruh. Dalam teori Dramatugis menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain. Disinilah dramaturgi masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut. Dalam dramaturgi, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan dramanya sendiri”. Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep dramaturgi, manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut. Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kelengkapan ini antara lain memperhitungkan setting, kostum, penggunakan kata (dialog) dan tindakan non verbl lain, hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan. Jadi, dalam dramaturgi Goffman, realitas sosial adalah acara dilakukan, sangat tergantung pada berbagai komponen teater. Untuk individu-individu tertentu untuk berkomunikasi secara efektif realitas sosial yang paling menguntungkan bagi mereka, mereka harus mengadopsi peran tentang pekerjaan mereka. Pada titik tertentu, bagaimanapun, peran-peran kerja akan hampir pasti bertabrakan dengan peran individu nonpekerjaan, seharusnya diri mereka yang sebenarnya. Ketika ini terjadi, individu memiliki berbagai macam pilihan, tapi akhirnya tidak satupun dari mereka adalah mungkin untuk sepenuhnya menyelesaikan konflik; solusi yang terbaik, dibanyak kasus, adalah untuk mengabaikan konflik dengan bertindak-dengan menggunakan alat-alat panggung. Goffman (1959) menekankan bahwa ia menggunakan teater sebagai metafora dan mengklaim bahwa pada akhirnya, dunia bukan panggung, dan itu seharusnya tidak sulit bagi pembaca untuk menemukan perbedaan besar antara keduanya.
Tujuan
Memahami teori dramaturgi.
Memahami aplikasi teori dramaturgi dalam kehidupan.
Mengetahui hubungan teori dramaturgi dikaitkan dengan kehidupan manula yang menderita penyakit jiwa.
Mempelajari tingkah laku penderita gangguan jiwa.
Memahami perkembangan sosial yang terjadi setelah adanya terapi pada para manula.
Pengumpulan dan Analisis Data
Pengumpulan data
Pengumpulan data menggunakan beberapa instrumen di antaranya yaitu :
Wawancara
Kegiatan ini bertujuan menggali informasi lebih dalam untuk mendapatkan data yaitu dengan bertanya pada informan. Informan yang dipilih tepatnya perawat-perawat dan pasien. Perawat dipilih karena mereka yang lebih dekat dengan pasien. Mereka mengetahui seluk beluk pasien yang berada di Rumah Sakit Jiwa Wikarta Mandala. Selain itu pasien juga dipilih untuk dijadikan sebagai informan karena untuk membuktikan informasi yang didapat dari 1 informan dengan informan lain sesuai atau tidak.
Observasi
Kegiatan observasi tidaklah cukup karena hanya mengandalkan pencandraan saja. Menggunakan suatu pengamatan terkadang belum akurat dalam penggalian informasi. Perlu adanya instrument-instrumen lain yang mendukung misalnya wawancara. Wawancara fungsinya dapat mendapatkan data yang lebih banyak lagi. Observasi tidak cukup jika kita belum mengenal betul sasaran yang dituju.
Dokumentasi
Kegiatan dokumentasi fungsinya memperkuat dalam penggalian data. Tidak hanya sebatas informasi-informasi yang bebentuk tulisan, tetapi ada suatu dokumentasi dari kegiatan-kegiatan para pasien dan kegiatan dalam penggalian data. Hal ini memberiikan bukti nyata adanya suatu penggalian data. Penggalian data dengan beberapa instrumen di atas belum cukup jika belum ada bukti dalam bentuk dokumentasi. Pada beberapa laporan kegiatan dokumentasi adalah hal yang sangat penting, dengan menggabungkan beberapa instrumentasi sehingga menjadi satu hasil yang bagus.
Analisis data
Pengembangan diri sebagai konsep oleh Goffman tidak terlepas dari pengaruh gagasan Cooley tentang the looking glass self. Gagasan diri dari Cooley ini terdiri dari tiga komponen. Pertama, mengembangkan bagaimana penderita penyakit jiwa tampil bagi orang lain; kedua, membayangkan bagaimana peniliaian masyarakat atas persepsi terhadap orang gila; ketiga, kita mengembangkan sejenis perasaan-diri, seperti kebanggaan atau malu, sebagai akibat membayangkan penilaian orang lain tersebut. Lewat imajinasi, kita mempersepsi dalam pikiran orang lain suatu gambaran tentang penampilan seseorang, perilaku, tujuan, perbuatan, karakter teman-teman kita dan sebagainya, dan dengan berbagai cara kita terpengaruh olehnya. Goffman juga melihat bahwa ada perbedaan akting yang besar saat aktor berada di atas panggung (“front stage”) dan di belakang panggung (“back stage”) drama kehidupan. Kondisi akting di front stage adalah adanya penonton (yang melihat kita) dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita berusaha untuk memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan dari perilaku kita. Perilaku kita dibatasi oleh konsep-konsep drama yang bertujuan untuk membuat drama yang berhasil. Sedangkan back stage adalah keadaan dimana kita berada di belakang panggung, dengan kondisi bahwa tidak ada penonton. Sehingga kita dapat berperilaku bebas tanpa mempedulikan plot perilaku bagaimana yang harus kita bawakan. Jika diumpamakan pada kegiatan analisis perkembangan sosial terhadap orang penderita penyakit jiwa yaitu perawat dan petugas terapi berperan sebagai back stage yaitu yang mengatur sandiwara yaitu dengan mengisi waktu luang mereka dalam proses penyembuhan. Jika sudah sembuh maka mereka akan siap berhadapan dengan masyarakat dan meyakinkan pada keluarga bahwa mereka sudah sembuh dan tidak membahayakan orang lain. Sedangkan yang berperan sebagai front stage adalah yang menonton pertunjukan yang tidak lain adalah masyarakat. Masyarakat menjadi memiliki persepsi yang baik terhadap orang gila bahwa orang gila sama seperti masyarakat pada umumnya. Mereka adalah orang yang membutuhkan perhatian yang khusus, bukan malah dijauhi dan dikucilkan oleh masyarakat sekitar.
Kelebihan teori
Teori Dramartugi memiliki kelebihan yaitu dapat membuat suatu sandiwara dalam kehidupan penderita gangguan jiwa di masyarakat. Pada teori ini jika diterapkan maka akan mengubah stigma masyarakat yang cenderung merendahkan para penderita gangguan jiwa. Stigma masyarakat perlu diubah agar menjauhkan dari sikap yang cenderung sterotipe terhadap penderita gangguan jiwa. Hal ini dapat menyadarkan masyarakat bahwa mereka sama saja dengan manusia normal pada umumnya yang menderita penyakit misalkan sakit batuk atau pun pilek. Hanya saja yang mereka derita adalah psikisnya.
Kekurangan teori
Jika diterapkan pada perkembangan sosial pada penderita gangguan jiwa memiliki satu kelemahan. Kelemahan dari teori Dramartugi yaitu pada pengubahan stigma masyarakat. Mengubah stigma masyarakat tidaklah mudah. Butuh usaha yang banyak untuk meyakinkan masyarakat yang biasanya takut pada orang-orang sakit jiwa. Selain itu dalam mengubah stigma masyarakat membutuhkan waktu yang lama karena tergantung gangguan jiwa yang dialami yang terbagi dalam gangguan jiwa ringan, sedang, dan berat.
Instrumen Wawancara:
NO KONSEP INDIKATOR PERTANYAAN
1 Manajemen waktu Penyebab masuk Kenapa bisa masuk RsJ?
Intensitas waktu Sejak kapan masuk RsJ ?
Berapa lama tinggal di RsJ ?
Sudah berapa kali keluar masuk RsJ ?
2 Persepsi orang lain Keluarga Bagaimana sikap anggota keluarga terhadap mereka ?
Siapa yang memasukkan mereka ke RsJ ?
Adakah dari pihak keluarga yang menjenguk?
Perawat Bagaimana pendapat anda tentang pasien ?
3 Sosio-Ekonomi Perawat Berapa biaya perbulan bagi setiap pasien ?
Adakah pasien keluar yang dikarenakan karena minimnya biaya ?
4 Persepsi diri sendiri Psikis Apa yang dirasakan ketika berada di RsJ ?
Keinginan yang ingin dicapai untuk saat ini ?
5 Fasilitas Perawat Berapa Kegiatan Yang dilakukan untuk Pasien?
Adakah Tindakan-tindakan khusus buat pasien yang baru masuk?
Adakah pelayanan yang berbeda dalam memfasilitasi pasien?
Pasien Seberapa Ramah Perawat dalam memberikan perawatan?
Adakah hal yang menyenangkan di dalam kegiatan RsJ?
Jawaban:
Manajemen Waktu
Penyebab masuk:
Menurut beberapa pendapat pasien yang kita wawancara, ada banyak faktor yang menyebabkan mereka dibawa ke Rumah sakit jiwa. Ada salah sebagian kecil anggota dari sample yang sadar bahwa penyebab mereka dibawa ke Rumah sakit jiwa karena ada gangguan psikis yang dialami. Tetapi sebagian besar dari mereka masih tidak sadar akan penyebab mereka berada di Rumah sakit jiwa.
Intensitas waktu:
Ada banyak kisaran waktu (bulan dan tahun) mengenai sejak kapan dan berapa lama mereka menempati Rumah sakit jiwa Wikata Mandala. Menurut Eni (salah satu dari 3 subyek wawancara), ia masih 1 bulan berada di Rumah sakit Wikata Mandala Pujon Malang tetapi sebelumnya ia pernah berada di Rumah sakit Jiwa Lawang. Ada pula salah seorang pasien mengaku bahwa ia sebenarnya telah beberapa kali pulang ke keluarganya tetapi karena kambuh akhirnya ia kembali masuk Rumah Sakit Jiwa.
Persepsi orang lain
Keluarga
Tidak ada perlakuan khusus dari anggota keluarga mereka hingga akhirnya mereka di bawa ke Rumah Sakit Jiwa. Ada pula pasien di Rumah sakit ini yang berkeluarga, anak-anak mereka akhirnya tinggal dengan suami dan neneknya.
Perawat
Meskipun pada umumnya para pasien adalah orang-orang yang memiliki gangguan psikis, tetapi menurut salah seorang perawat tidak semua pasien yang berada di Rumah sakit ini yang mengalami gangguan mental total. Adapula diantara mereka yang merasa ingin terus diperhatikan, dan mungkin hal itu disebabkan karena faktor usia (manula) hingga sifat dan kepribadiannya kembali pada masa kanak-kanak.
Sosio-Ekonomi
Dikarenakan Rumah Sakit Jiwa ini adalah milik yayasan maka ada biaya perawatan yang ditanggungkan pada pasien. Besar kecilnya biaya tersebut dapat dibedakan dari spesifikasi kelas-kelas kamar yaitu, kelas 3: Rp.70.000,00-, kelas 2: Rp. 90.000,00-, kelas 1: Rp. 150.000,00-, VIP: Rp. 200.000,-. Ada pula pasien yang keluar paksa karena minimnya biaya.
Persepsi diri sendiri
Mayoritas pasien di Rumah Sakit Jiwa ini merasa nyaman karena mereka merasa memiliki keluarga di tempat ini. Bagi mereka, suster di tempat ini sudah seperti saudara sendiri yang setiap hari memberi makan, tempat bercerita bahkan merawatnya. Mereka rutin melakukan kegiatan rumah sakit dengan senang hati, seperti senam pagi dan terapi-terapi. Untuk keinginan mereka saat ini beragam, ada yang ingin kembali pulang ke rumah, namun ada pula yang masih ingin berada di Rumah Sakit Jiwa ini. Banyak dari mereka yang merindukan keluarganya.
Fasilitas
Meskipun pada umumnya para pasien adalah orang-orang yang memiliki gangguan psikis, tetapi menurut salah seorang perawat tidak semua pasien yang berada di Rumah sakit ini yang mengalami gangguan mental total. Adapula diantara mereka yang merasa ingin terus diperhatikan, dan mungkin hal itu disebabkan karena faktor usia (manula) hingga sifat dan kepribadiannya kembali pada masa kanak-kanak. Ada beberapa kegiatan yang diadakan untuk pasien diataranya adalah Terapi, kegiatan terapi terbagi beberapa kegiatan seperti karaoke, olahraga. Menurut perawat Rsj didalam mengambil tindakan untuk pasien tidaklah semuanya sama, tergantung pada pasien sendiri. Jika pasien mengalami despresi yang tinggi dilakukan tindakan isolasi, tujuan dilakukuan tindakan isolasi untuk menurunkan tingkat despresi itu sendiri,selain itu untuk meningkatkan ketenangan pasien itu sendiri. Di dalam RsJ mempunyai pelayanan-pelayanan yang berbeda dari fasilitas, tempat tidur tergantung pada keluarga atau pasien mau fasilitas itu. Fasilitas itu dibedakan menjadi kelas 1, kelas 2.
Di dalam RSJ ada beberapa pasien yang dapat di ajak bicara, salah satu pasien yang dapat diajak komunikasi, dari pasien mengatakan perawatan yang di berikan oleh perawat sangatlah membantu, karena perawat adalah sosok yang terdekat dari mereka, banyak kegiatan menyenangkan yang dilakukan oleh perawat selain itu perawat mempunyai sifat yang berbeda-beda sehingga pasien merasa nyaman didekat mereka.
Kesimpulan
No Teori Dramartugi Temuan di Lapangan Analisis
1 subjek sosiologi dramaturgi adalah penciptaan, pemeliharaan utama, dan perusakan pemahaman umum dari realitas oleh orang yang bekerja secara individual dan kolektif untuk menyajikan gambar bersama dan terpadu dari kenyataan Masih banyak persepsi dari masyarakat umum yang menganggap bahwa orang yang mengalami gangguan jiwa tidak layak untuk hidup di tengah-tengah masyarakat pada umumnya. Teori Dramaturgi sesuai dengan Indonesia karena persepsi masyarakat Indonesia tentang pasien gangguan jiwa masih salah besar.
2 identitas manusia adalah tidak stabil dan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri Ada saat di mana pasien di RSJ sadar bahwa dirinya mengalami gangguan jiwa. Namun, di saat pasien gelisah dan cemas, dia tidak mau di katakana bahwa dia mengalami gangguan jiwa, sehingga kemandirian pada pasien terganggu bahkan hilang. Teori Dramaturgi sesuai dengan Indonesia karena masih banyak pasien rumah sakit jiwa di Indonesia terutama RS Wikarta Mandala tidak stabil kejiwaan psikologinya sehingga mengakibatkan kemandirian pasien terganggu bahkan hilang.
3 Sandiwara kehidupan yang disajikan oleh manusia. Perawat, Petugas terapi dan dokter di RSJ membuat suatu sandiwara kehidupan untuk pasien.
Dengan cara menganggap para pasien sama dengan orang normal lainnya sehingga pasien merasa nyaman dan tidak di kucilkan tinggal di RSJ tersebut. Teori Dramaturgi sesuai dengan Indonesia karena masih banyak masyarakat idonesia mengucilkan orang-orang yang mengalami gangguan jiwa.
Dokumentasi
D
Tugas Difusi Inovasi Kelompok 1 (POU BELAJAR)
1. Judul : POU BELAJAR
2. Identitas Kelompok :
Rahmawati 120141400972
Diah Wahyu Lestari 120141400973
Desty Ariani Mutiara 120141400974
Siti Arofah 120141400975
Izzatul Latifah 120141411484
Deby Hikmatuz Azizah 120141411476
Galuh Ginanjar Astuti 120141411495
Latar Belakang Proposal Inovasi Yang Dikembangkan
Game yang ada saat ini banyak yang tidak menunjukkan nilai edukatif. Dengan adanya game anak-anak menjadi malas belajar karena terlalu sibuk dengan permainan-permainan yang ada, selain itu ada beberapa game yang dapat mengganggu memori otak anak, game juga dapat berdampak pada perkembangan sosial dan mental anak. Misalnya saja waktu senggang yang seharusnya digunakan untuk bermain dengan teman sebaya, justru digunakan untuk bermain game. Aplikasi game Pou merupakan permainan yang terdapat pada aplikasi android. Permainan ini mengasilkan dan menjadikan pemain ketagian dan selalu ingin memainkannya, namun permainan ini kurang menunjukkan nilai edukasi pada yang memainkannya. Karena dalam game Pou hanya berisi tentang bagaimana “memberi makan, berkebun, berbelanja, dan bermain”. Oleh karena itu kelompok kami menciptakan suatu inovasi yaitu Pou belajar. Dalam inovasi Pou Belajar yang kami ciptakan ini akan berisi bagaimana cara makan yang baik, cara berhitung dalam berbelanja, cara merawat tanaman dengan baik, serta belajar membaca kata/abjad. Selain itu, dalam game ini akan memprioritaskan bahasa indonesia yang baik dan benar guna menciptakan rasa cinta tanah air sejak usia dini. Aplikasi Pou Belajar yang kami ciptakan ini akan dapat digunakan pada semua jenis handphone tidak hanya pada smartphone.
Manfaat
Meningkatkan minat belajar anak.
Membuat pembelajaran menjadi sesuatu yang menyenangkan.
Menciptakan game yang bernilai edukasi.
Mengenalkan bahasa indonesia yang baik dan benar.
Spesifikasi (ukuran, bahan dan biaya pembuatan)
Fitur POU BELAJAR atau STUDY ROOM akan ditambahkan pada game POU versi asli, dengan cara meng-upgrade game POU tersebut. Biaya peng-upgrade-an game POU dibayar dengan menggunakan paket data internet yang digunakan oleh pengguna android.
Cara Kerja
POU merupakan salah satu aplikasi game yang terdapat pada smartphone android, namun pada game POU tidak terdapat fitur pembelajaran. Dilihat dari minat pengguna android saat ini, dan jumlah peminat POU yang sangat banyak, maka kami menyelipkan fitur pembelajaran pada game POU ini, agar tidak hanya bisa menjadi hiburan saja, melainkan juga mengandung nilai edukasi yang bermanfaat bagi anak usia dini.
Cara kerja POU BELAJAR sama dengan cara kerja game POU yang asli, hanya saja ditambahkan fitu baru yaitu fitur POU BELAJAR atau STUDY ROOM.
Pengguna android yang sudah men-download game POU dapat meng-upgrade game tersebut. Sedangkan untuk pengguna android yang belum men-download game POU dapat langsung mendownload versi terbaru dari game POU ini.
Jalankan game POU tersebut.
Lihat indikasi pada bagian atas tampilan game POU, akan tampak apa saja yang dibutuhkan oleh POU pada saat tersebut. Biasanya pada game POU yang asli, hanya akan muncul indikator kebutuhan makanan, kebutuhan energi, kebutuhan bermain atau olah raga, dan kebutuhan kesehatan. Setelah ditambahkannya fitur POU BELAJAR maka akan bertambah indikator kebutuhan belajar.
Sama seperti game POU pada versi asli, begitu salah satu indikator-indikator tersebut menunjukan tanda-tanda kekurangan maka akan dijalankanlah fitur yang menunjukkan tanda kekurangan tersebut guna memenuhi beberapa indikator tersebut. Pada Indikator kebutuhan belajar akan terdapat beberapa materi pembelajaran, contohnya seperti game berhitung, game membaca, game nama-nama hewan, game nama-nama buah-buahan, game jenis-jenis profesi, dan lain-lain.
Setelah memenuhi indikator, maka fitur tersebut akan dihentikan secara otomatis, termasuk pada fitur POU BELAJAR. Hal ini bertujuan agar anak memiliki “rem” otomatis yang berguna untuk membatasi penggunaan game ini.
Penggunaan aplikasi game POU pada anak harus didampingi oleh orang tua, agar dapat digunakan secara bijaksana sekaligus terarah.
Kelebihan Dan Kelemahan
Kelebihan
Pembelajaran menggunakan aplikasi game yang terdapat pada smartphone, sehingga dalam penggunaannya sangat mudah dan sudah tidak asing.
Pembelajaran menjadi sangat menarik karena avatar pada game sangat lucu dan disukai anak-anak.
Selain dapat digunakan untuk pembelajaran dalam bidang akademis, POU BELAJAR dapat digunakan untuk melatih tingkat kepekaan anak, displin anak, tanggung jawab anak, dan ketelatenan anak.
Kekurangan
Karena menggunakan media elektronik yaitu berupa smartphone, maka radiasi yang ditimbulkan dapat mengganggu atau merusak kesehatan indera penglihatan pada anak apabila digunakan terlalu sering.
Penggunaan yang tidak bijaksana dapat menimbulkan efek negatif pada psikologi anak, seperti munculnya sifat acuh dan kurang berempati pada sekitardan berkurangnya tingkat sosialisasi pada anak.
Lampiran
Langganan:
Postingan (Atom)