Senin, 02 Desember 2013

ANALISIS PERKEMBANGAN SOSIAL DALAM KEGIATAN TERAPI PADA MANULA DENGAN TEORI DRAMATURGI DI RUMAH SAKIT JIWA WIKARTA MANDALA PUJON, KAB. MALANG

Latar Belakang Masalah     Rumah Sakit Wikarta Mandala berada di Jalan Raya Sebaluh no 2 Pujon Malang Jawa Timur 65391 Telepon 0341-524206. Rumah Sakit Wikarta Mandala berdiri sejak tahun 1989 dan luas bangunan rumah sakit tersebut kurang lebih 10 hektar. Pada tahun 1989 Rumah Sakit Wikarta Mandala terkenal sebagai rumah sakit yang pelayanannya sangat bagus. Rumah Sakit Wikarta Mandala memiliki beberapa fasilitas di antaranya ada ruang perawatan putra dan putri, dalam ruang perawatan putra dan putri ini di bagi menjadi tiga kelas yaitu kelas 1, 2, dan 3. Selain itu, terdapat ruang terapi aktivitas, ruang dokter, ruang fisiotherapy, ruang psikiatri, ruang administrasi, dapur, asrama, kebun, kolam ikan, lapangan, dan aula. Jumlah pasiennya pada tahun 1989 mencapai ratusan dan kebanyakan penghuni atau Rumah Sakit Wikarta Mandala tersebut adalah orang cina dan beragama katolik.      Pada tahun 2013 jumlah pasien yang ada di Rumah Sakit Wikarta Mandala kurang lebih 40 orang dan kebanyakan berusia lanjut. Pasien yang mengalami gangguan jiwa di Rumah Sakit Wikarta Mandala memiliki berbagai macam masalah dan tipe penyakit jiwa, diantaranya ada yang dikarenakan usahanya bangkrut, putus cinta, perceraian, narkoba, putus asa, dan tidak lulus perkuliahan. Gangguan jiwa tersebut dapat disebut juga tipe gangguan depresi, halusinasi, eforia, berfantasi, frustasi. Para penderita banyak yang mengalami ketakutan dan tidak suka menjalani pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter ataupun psikiater. Meraka juka terkadang menjadi marah bahkan sangat tersinggung ketika mereka diperiksa ataupun diberi obat, karena mereka menganggap bahwa dirinya tidak sakit dan sehat jiwanya. Survey membuktikan bahwa orang dengan gangguan jiwa berat umumnya tidak mempunyai pekerjaan, kurang pendidikan, dan mempunyai hubungan yang tertutup, serta tidak sedikit yang dalam kemiskinan. Hal ini dimungkinkan berhubungan dengan karakteristik baik gejala primer maupun sekunder, dan reaksi masyarakat terhadap orang yang mempunyai gangguan jiwa. Banyak mitos berkembang di masyarakat tentang orang dengan gangguan jiwa,misalnya; “orang dengan gangguan jiwa tidak akan pernah normal, tingkah lakunya tidak bisadiprediksi, cenderung berbahaya, memvonis dengan sebutan “orang gila”, dan lain-lain”. (Susana;2007;21).     Satu sisi, begitu kuat memori yang ada mengatakan pada keluarga bahwa, gangguan jiwa adalah penyakit yang sangat sulit disembuhkan, dan akan banyak menguras dan menghabiskan segala yang ada. Sehingga Pasien gangguan jiwa sering menjadi beban bagi keluarga karena perawatan dan pengobatan yang lama dan cenderung bisa kambuh lagi. Keluarga kadang menjadi jenuh sehingga mereka tidak lagi memperhatikan si penderita. Penderita memerlukan bantuan orang lain yang mendorong dan memotivasi agar dapat mandiri. Oleh karena itu, penerimaan dan dukungan sosial dari keluarga sangat diperlukan. Tidak ada pilihan lain yang menguntungkan bagi keluaga kecuali menerima kenyataan tersebut. keputusan memilih hal di luar tersebut, justru semakin memperparah keadaan pasien, dan akan memperlebar wilayah gangguan jiwa bagi anggota keluarga yang lainya. Faktor keluarga dapat menjadi penyebab terbesar gangguan jiwa. Namun faktor dukungan dan penerimaan keluarga juga menentukan kesembuhan pasien sakit jiwa. Intinya, kesembuhan pengidap gangguan jiwa tergantung sikap dan perilaku keluarga. Jika memberikan perhatian lebih dengan penuh kasih sayang, penyembuhan bisa lebih cepat.     Dulu pada tahun 1989 di Rumah Sakit Wikarta Mandala terdapat kegiatan terapi yang dinamakan kursus kreatifitas, dalam kursus ini pasien diajarkan memasak, menjahit, merangkai bunga , tetapi karena jumlah pasien semakin berkurang dan usia pasien semakin tua terapi tersebut tidak diadakan lagi. Di tahun 2013 kegiatan terapi diganti dengan nama kegiatan terapi aktivitas, kegiatan ini hanya bertujuan mengisi waktu luang pasian di masa tua nya. Kegiatan terapi aktivitas ini bermacam-macam diantaranya terapi perputakaan, simulasi, okupasi, olahraga, rekreasi, dan karaoke, tetapi kegiatan ini tidak diikuti oleh seluruh pasien, karena terkadang pasien merasa bosan, gelisah, malas dan merasa tidak membutuhkan kegiatan terapi tersebut. Dalam kegiatan terapi tersebut masih belum dapat merubah prilaku pada pasien, karena dalam kegiatan terapi ini dilaksanakan agar dapat menjadikan pasien dapat mengisi kegiatan yang positif. Misalnya saja dalam kegiatan terapi perpustakaan, pasien diajak untuk membaca buku dan merangkum apa yang telah dia baca serta memaparkan hasil yang telah dirangkum dan dibaca tersebut, sedangkan untuk pasien yang tidak dapat membaca dan malas membaca, pasien diberi suatu cerita dan melihat film. Untuk terapi simulasi yaitu pasien diajak melakukan suatu forum diskusi dan dalam forum diskusi tersebut ada salah satu pasien yang dijadikan moderator untuk membacakan pertanyaan yang telah disediakan oleh petugas terapi dan pasien yang lain menjawab, jadi dari jawaban yang diungkapkan oleh pasien dapat dilihat apakah pasin bisa sambung dalam berkomunikasi. Dalam kegiatan okupasi pasien diajak bersih-bersih, diantaranya bersih diri dan lingkungan. Kegiatan terapi rekreasi diadakan dua minggu sekali, hal ini dilaksanakan agar pasien tidak jenuh berada dalam ruangan saja, dan agar pasien bisa merasa bebas. Sedangkan terapi karaoke dilaksanakan untuk menunjukkan kemampuan pasien dalam bernyanyi dan untuk terapi olah raga bisa menjadikan pasien sehat jasmani serta rohaninya. Oleh karena itu dari beberapa terapi yang ada pasien lebih menyukai kegiatan terapi karaoke dan rekreasi karena setiap kegiatan ini pasien yang mengikuti jumlahnya lebih banyak dari terapi yang lain. Dalam kajian ini kelompok mengambil sasaran manula di RSJ Wikarta Mandala dikarenakan seorang manula sudah banyak yang tidak dapat melaksanakan kegiatan atau aktivitas secara sendiri, mereka masih bergantung pada orang lain. Misalnya saja pasien yang ada di Rumah Sakit Wikarta Mandala, para pasien dalam mengurus dirinya masih kurang, kebersihan mereka juga kurang terjaga, pasien masih membutuhkan perawat untuk mandi, makan, minum obat. Selain itu, sasaran manula yang mengalami gangguan jiwa di RS Wikarta Mandala dikucilkan dengan orang lain, terutama keluarga sendiri. Keluarga masih terauma untuk membawa pasien pulang dikarenakan takut dan terauma dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya, belum juga pandangan masyarakat dilingkungan terhadap gangguan jiwa yang dialami. Oleh sebab itu kelompok kami menggunakan teori Dramaturgi, yaitu dengan bermain peran, maksudnya pasien wikarta mandala disamarkan dari identitas gangguan jiwanya agar mereka tidak dikucilkan oleh masyarakat, dan keluarga harus dapat meyakinkan masyarakat bahwa pasien bisa dapat berkomunikasi dengan baik di lingkungan, selain keluarga pihak rumah sakit juga berperan penting untuk meyakinkan kepada keluarga bahwa pasien bisa diterima dengan lingkungan dengan cara bermain peran sesuai teori Dramaturgi.      Kajian Pustaka     Menurut  Goffman (1959), subjek sosiologi dramaturgi adalah penciptaan, pemeliharaan  utama, dan perusakan pemahaman umum dari realitas oleh orang yang bekerja secara individual dan kolektif untuk menyajikan gambar bersama dan terpadu dari kenyataan itu. Ini adalah klaim Goffinan bahwa jika kita memahami bagaimana seorang aktor Amerika kontemporer dapat menyampaikan kesan seorang pangeran yang sarat kecemasan Denmark selama presentasi Hamlet, kita juga dapat memahami bagaimana sebuah agen asuransi mencoba untuk bertindak seperti operasi profesional dengan kombinasi ahli pengetahuan dan goodwill.     Goffman mendalami dramaturgi dari segi sosiologi. Beliau menggali segala macam perilaku interaksi yang kita lakukan dalam pertunjukan kehidupan kita sehari-hari yang menampilkan diri kita sendiri dalam cara yang sama dengan cara seorang aktor menampilkan karakter orang lain dalam sebuah pertunjukan drama. Cara yang sama ini berarti mengacu kepada kesamaan yang berarti ada pertunjukan yang ditampilkan. Goffman mengacu pada pertunjukan sosiologi. Pertunjukan yang terjadi di masyarakat untuk memberi kesan yang baik untuk mencapai tujuan. Tujuan dari presentasi dari Diri-Goffman ini adalah penerimaan penonton akan manipulasi. Bila dalam komunikasi konvensional manusia berbicara tentang bagaimana memaksimalkan indera verbal dan non-verbal untuk mencapai tujuan akhir komunikasi, agar orang lain mengikuti kemauan kita. Maka dalam dramaturgis, yang diperhitungkan adalah konsep menyeluruh bagaimana kita menghayati peran sehingga dapat memberikan feedback sesuai yang kita mau. Perlu diingat, dramatugis mempelajari konteks dari perilaku manusia dalam mencapai tujuannya dan bukan untuk mempelajari hasil dari perilakunya tersebut.   Dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi antar manusia ada “kesepakatan” perilaku yang disetujui yang dapat mengantarkan kepada tujuan akhir dari maksud interaksi sosial tersebut. Bermain peran merupakan salah satu alat yang dapat mengacu kepada tercapainya kesepakatan tersebut. Dalam pandangan Goffman, diri bukanlah milik aktor tetapi lebih sebagai hasil intersi dramatis antara aktor dan audien. Diri adalah pengaruh dramatis yang muncul dari suasana yang ditampilkan. Dramaturgi Goffman memperhatikan proses yang dapat mencegah gangguan atas penampilan diri. Meski sebagian besar bahasannya ditekankan pada interaksi dramaturgi ini, Goffman menunjukan bahwa pelaksanaannya adalah sukses. Hasilnya adalah bahwa dalam keadaan biasa, diri yang serasi dengan pelakunya,penampilannya berasal dari pelaku.    Goffman (dalam Yusuf, 2006) juga memiliki kontribusi dalam analisis terhadap pengidap sakit mental, sebagaimana analisanya dalam buku Asylums (1961).Goffman beasumsi bahwa saat berinteraksi aktor ingin menampilkan perasaan diri yang dapat diterima oleh orang lain. Tetapi ketika menampilkan diri aktor menyadari bahwa anggota audien dapat mengganggu  penampilannya. Oleh karena itu aktor menyesuaikan diri dengan pengendalian audiens terutama unsur yang dapat mengganggu. Aktor berharap perasaan diri yang mereka tampilkan kepada audien cukup kuat dan mempengaruhi audiens. Aktor pun berharap audiens akan bertindak seperti yang diinginkan aktor dari mereka. Goffman menggolongkan hal tersebut sebagai manajemen pengaruh. Dalam teori Dramatugis menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain. Disinilah dramaturgi masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut. Dalam dramaturgi, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan dramanya sendiri”. Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep dramaturgi, manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut. Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kelengkapan ini antara lain memperhitungkan setting, kostum, penggunakan kata (dialog) dan tindakan non verbl lain, hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan. Jadi, dalam dramaturgi Goffman, realitas sosial adalah acara dilakukan, sangat tergantung pada berbagai komponen teater. Untuk individu-individu tertentu untuk berkomunikasi secara efektif  realitas sosial yang paling menguntungkan bagi mereka, mereka harus mengadopsi peran tentang pekerjaan mereka. Pada titik tertentu, bagaimanapun, peran-peran kerja akan hampir pasti bertabrakan dengan peran individu nonpekerjaan, seharusnya diri mereka yang sebenarnya. Ketika ini terjadi, individu memiliki berbagai macam pilihan, tapi akhirnya tidak satupun dari mereka adalah mungkin untuk sepenuhnya menyelesaikan konflik; solusi yang terbaik, dibanyak kasus, adalah untuk mengabaikan konflik dengan bertindak-dengan menggunakan alat-alat panggung. Goffman (1959) menekankan bahwa ia menggunakan teater sebagai metafora dan mengklaim bahwa pada akhirnya, dunia bukan panggung, dan itu seharusnya tidak sulit bagi pembaca untuk menemukan perbedaan besar antara keduanya. Tujuan Memahami teori dramaturgi. Memahami aplikasi teori dramaturgi dalam kehidupan. Mengetahui hubungan teori dramaturgi dikaitkan dengan kehidupan manula yang menderita penyakit jiwa. Mempelajari tingkah laku penderita gangguan jiwa. Memahami perkembangan sosial yang terjadi setelah adanya terapi pada para manula. Pengumpulan dan Analisis Data Pengumpulan data    Pengumpulan data menggunakan beberapa instrumen di antaranya yaitu :         Wawancara    Kegiatan ini bertujuan menggali informasi lebih dalam untuk mendapatkan data yaitu dengan bertanya pada informan. Informan yang dipilih tepatnya perawat-perawat dan pasien. Perawat dipilih karena mereka yang lebih dekat dengan pasien. Mereka mengetahui seluk beluk pasien yang berada di Rumah Sakit Jiwa Wikarta Mandala. Selain itu pasien juga dipilih untuk dijadikan sebagai informan karena untuk membuktikan informasi yang didapat dari 1 informan dengan informan lain sesuai atau tidak. Observasi     Kegiatan observasi tidaklah cukup karena hanya mengandalkan pencandraan saja. Menggunakan suatu pengamatan terkadang belum akurat dalam penggalian informasi. Perlu adanya instrument-instrumen lain yang mendukung misalnya wawancara. Wawancara fungsinya dapat mendapatkan data yang lebih banyak lagi. Observasi tidak cukup jika kita belum mengenal betul sasaran yang dituju. Dokumentasi     Kegiatan dokumentasi fungsinya memperkuat dalam penggalian data. Tidak hanya sebatas informasi-informasi yang bebentuk tulisan, tetapi ada suatu dokumentasi dari kegiatan-kegiatan para pasien dan kegiatan dalam penggalian data. Hal ini memberiikan bukti nyata adanya suatu penggalian data. Penggalian data dengan beberapa instrumen di atas belum cukup jika belum ada bukti dalam bentuk dokumentasi. Pada beberapa laporan kegiatan dokumentasi adalah hal yang sangat penting, dengan menggabungkan beberapa instrumentasi sehingga menjadi satu hasil yang bagus. Analisis data     Pengembangan diri sebagai konsep oleh Goffman tidak terlepas dari pengaruh gagasan Cooley tentang the looking glass self. Gagasan diri dari Cooley ini terdiri dari tiga komponen. Pertama, mengembangkan bagaimana penderita penyakit jiwa tampil bagi orang lain; kedua, membayangkan bagaimana peniliaian masyarakat atas persepsi terhadap orang gila; ketiga, kita mengembangkan sejenis perasaan-diri, seperti kebanggaan atau malu, sebagai akibat membayangkan penilaian orang lain tersebut. Lewat imajinasi, kita mempersepsi dalam pikiran orang lain suatu gambaran tentang penampilan seseorang, perilaku, tujuan, perbuatan, karakter teman-teman kita dan sebagainya, dan dengan berbagai cara kita terpengaruh olehnya. Goffman juga melihat bahwa ada perbedaan akting yang besar saat aktor berada di atas panggung (“front stage”) dan di belakang panggung (“back stage”) drama kehidupan. Kondisi akting di front stage adalah adanya penonton (yang melihat kita) dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita berusaha untuk memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan dari perilaku kita. Perilaku kita dibatasi oleh konsep-konsep drama yang bertujuan untuk membuat drama yang berhasil. Sedangkan back stage adalah keadaan dimana kita berada di belakang panggung, dengan kondisi bahwa tidak ada penonton. Sehingga kita dapat berperilaku bebas tanpa mempedulikan plot perilaku bagaimana yang harus kita bawakan. Jika diumpamakan pada kegiatan analisis perkembangan sosial terhadap orang penderita penyakit jiwa yaitu perawat dan petugas terapi berperan sebagai back stage yaitu yang mengatur sandiwara yaitu dengan mengisi waktu luang mereka dalam proses penyembuhan. Jika sudah sembuh maka mereka akan siap berhadapan dengan masyarakat dan meyakinkan pada keluarga bahwa mereka sudah sembuh dan tidak membahayakan orang lain. Sedangkan yang berperan sebagai front stage adalah yang menonton pertunjukan yang tidak lain adalah masyarakat. Masyarakat menjadi memiliki persepsi yang baik terhadap orang gila bahwa orang gila sama seperti masyarakat pada umumnya. Mereka adalah orang yang membutuhkan perhatian yang khusus, bukan malah dijauhi dan dikucilkan oleh masyarakat sekitar.      Kelebihan teori     Teori Dramartugi memiliki kelebihan yaitu dapat membuat suatu sandiwara dalam kehidupan penderita gangguan jiwa di masyarakat. Pada teori ini jika diterapkan maka akan mengubah stigma masyarakat yang cenderung merendahkan para penderita gangguan jiwa. Stigma masyarakat perlu diubah agar menjauhkan dari sikap yang cenderung sterotipe terhadap penderita gangguan jiwa. Hal ini dapat menyadarkan masyarakat bahwa mereka sama saja dengan manusia normal pada umumnya yang menderita penyakit misalkan sakit batuk atau pun pilek. Hanya saja yang mereka derita adalah psikisnya.      Kekurangan teori     Jika diterapkan pada perkembangan sosial pada penderita gangguan jiwa memiliki satu kelemahan. Kelemahan dari teori Dramartugi yaitu pada pengubahan stigma masyarakat. Mengubah stigma masyarakat tidaklah mudah. Butuh usaha yang banyak untuk meyakinkan masyarakat yang biasanya takut pada orang-orang sakit jiwa. Selain itu dalam mengubah stigma masyarakat membutuhkan waktu yang lama karena tergantung gangguan jiwa yang dialami yang terbagi dalam gangguan jiwa ringan, sedang, dan berat. Instrumen Wawancara: NO KONSEP INDIKATOR PERTANYAAN 1 Manajemen waktu Penyebab masuk Kenapa bisa masuk RsJ? Intensitas waktu Sejak kapan masuk RsJ ? Berapa lama tinggal di RsJ ? Sudah berapa kali keluar masuk RsJ ? 2 Persepsi orang lain Keluarga Bagaimana sikap anggota keluarga terhadap mereka ? Siapa yang memasukkan mereka ke RsJ ? Adakah dari pihak keluarga yang menjenguk? Perawat Bagaimana pendapat anda tentang pasien ? 3 Sosio-Ekonomi Perawat Berapa biaya perbulan bagi setiap pasien ? Adakah pasien keluar yang dikarenakan karena minimnya biaya ? 4 Persepsi diri sendiri Psikis Apa yang dirasakan ketika berada di RsJ ? Keinginan yang ingin dicapai untuk saat ini ? 5 Fasilitas Perawat Berapa Kegiatan Yang dilakukan untuk Pasien? Adakah Tindakan-tindakan khusus buat pasien yang baru masuk? Adakah pelayanan yang berbeda dalam memfasilitasi pasien? Pasien Seberapa Ramah Perawat dalam memberikan perawatan? Adakah hal yang menyenangkan di dalam kegiatan RsJ? Jawaban: Manajemen Waktu Penyebab masuk:     Menurut beberapa pendapat pasien yang kita wawancara, ada banyak faktor yang menyebabkan mereka dibawa ke Rumah sakit jiwa. Ada salah sebagian kecil anggota dari sample yang sadar bahwa penyebab mereka dibawa ke Rumah sakit jiwa karena ada gangguan psikis yang dialami. Tetapi sebagian besar dari mereka masih tidak sadar akan penyebab mereka berada di Rumah sakit jiwa. Intensitas waktu:     Ada banyak kisaran waktu (bulan dan tahun) mengenai sejak kapan dan berapa lama mereka menempati Rumah sakit jiwa Wikata Mandala. Menurut Eni (salah satu dari 3 subyek wawancara), ia masih 1 bulan berada di Rumah sakit Wikata Mandala Pujon Malang tetapi sebelumnya ia pernah berada di Rumah sakit Jiwa Lawang. Ada pula salah seorang pasien mengaku bahwa ia sebenarnya telah beberapa kali pulang ke keluarganya tetapi karena kambuh akhirnya ia kembali masuk Rumah Sakit Jiwa.      Persepsi orang lain Keluarga     Tidak ada perlakuan khusus dari anggota keluarga mereka hingga akhirnya mereka di bawa ke Rumah Sakit Jiwa. Ada pula pasien di Rumah sakit ini yang berkeluarga, anak-anak mereka akhirnya tinggal dengan suami dan neneknya. Perawat     Meskipun pada umumnya para pasien adalah orang-orang yang memiliki gangguan psikis, tetapi menurut salah seorang perawat tidak semua pasien yang berada di Rumah sakit ini yang mengalami gangguan mental total. Adapula diantara mereka yang merasa ingin terus diperhatikan, dan mungkin hal itu disebabkan karena faktor usia (manula) hingga sifat dan kepribadiannya kembali pada masa kanak-kanak.      Sosio-Ekonomi     Dikarenakan Rumah Sakit Jiwa ini adalah milik yayasan maka ada biaya perawatan yang ditanggungkan pada pasien. Besar kecilnya biaya tersebut dapat dibedakan dari spesifikasi kelas-kelas kamar yaitu, kelas 3: Rp.70.000,00-, kelas 2: Rp. 90.000,00-, kelas 1: Rp. 150.000,00-, VIP: Rp. 200.000,-. Ada pula pasien yang keluar paksa karena minimnya biaya.      Persepsi diri sendiri     Mayoritas pasien di Rumah Sakit Jiwa ini merasa nyaman karena mereka merasa memiliki keluarga di tempat ini. Bagi mereka, suster di tempat ini sudah seperti saudara sendiri yang setiap hari memberi makan, tempat bercerita bahkan merawatnya. Mereka rutin melakukan kegiatan rumah sakit dengan senang hati, seperti senam pagi dan terapi-terapi. Untuk keinginan mereka saat ini beragam, ada yang ingin kembali pulang ke rumah, namun ada pula yang masih ingin berada di Rumah Sakit Jiwa ini. Banyak dari mereka yang merindukan keluarganya.      Fasilitas     Meskipun pada umumnya para pasien adalah orang-orang yang memiliki gangguan psikis, tetapi menurut salah seorang perawat tidak semua pasien yang berada di Rumah sakit ini yang mengalami gangguan mental total. Adapula diantara mereka yang merasa ingin terus diperhatikan, dan mungkin hal itu disebabkan karena faktor usia (manula) hingga sifat dan kepribadiannya kembali pada masa kanak-kanak. Ada beberapa kegiatan yang diadakan untuk pasien diataranya adalah Terapi, kegiatan terapi terbagi beberapa kegiatan seperti karaoke, olahraga. Menurut perawat Rsj didalam mengambil tindakan untuk pasien tidaklah semuanya sama, tergantung pada pasien sendiri. Jika pasien mengalami despresi yang tinggi dilakukan tindakan isolasi, tujuan dilakukuan tindakan isolasi untuk menurunkan tingkat despresi itu sendiri,selain itu untuk meningkatkan ketenangan pasien itu sendiri. Di dalam RsJ mempunyai pelayanan-pelayanan yang berbeda dari fasilitas, tempat tidur tergantung pada keluarga atau pasien mau fasilitas itu. Fasilitas itu dibedakan menjadi kelas 1, kelas 2.     Di dalam RSJ ada beberapa pasien yang dapat di ajak bicara, salah satu pasien yang dapat diajak komunikasi, dari pasien mengatakan perawatan yang di berikan oleh perawat sangatlah membantu, karena perawat adalah sosok yang terdekat dari mereka, banyak kegiatan menyenangkan yang dilakukan oleh perawat selain itu perawat mempunyai sifat yang berbeda-beda sehingga pasien merasa nyaman didekat mereka. Kesimpulan No Teori Dramartugi Temuan di Lapangan Analisis 1 subjek sosiologi dramaturgi adalah penciptaan, pemeliharaan  utama, dan perusakan pemahaman umum dari realitas oleh orang yang bekerja secara individual dan kolektif untuk menyajikan gambar bersama dan terpadu dari kenyataan Masih banyak persepsi dari masyarakat umum yang menganggap bahwa orang yang mengalami gangguan jiwa tidak layak untuk hidup di tengah-tengah masyarakat pada umumnya. Teori Dramaturgi sesuai dengan Indonesia karena persepsi masyarakat Indonesia tentang pasien gangguan jiwa masih salah besar. 2 identitas manusia adalah tidak stabil dan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri Ada saat di mana pasien di RSJ sadar bahwa dirinya mengalami gangguan jiwa. Namun, di saat pasien gelisah dan cemas, dia tidak mau di katakana bahwa dia mengalami gangguan jiwa, sehingga kemandirian pada pasien terganggu bahkan hilang. Teori Dramaturgi sesuai dengan Indonesia karena masih banyak pasien rumah sakit jiwa di Indonesia terutama RS Wikarta Mandala tidak stabil kejiwaan psikologinya sehingga mengakibatkan kemandirian pasien terganggu bahkan hilang. 3 Sandiwara kehidupan yang disajikan oleh manusia. Perawat, Petugas terapi dan dokter di RSJ membuat suatu sandiwara kehidupan untuk pasien. Dengan cara menganggap para pasien sama dengan orang normal lainnya sehingga pasien merasa nyaman dan tidak di kucilkan tinggal di RSJ tersebut. Teori Dramaturgi sesuai dengan Indonesia karena masih banyak masyarakat idonesia mengucilkan orang-orang yang mengalami gangguan jiwa. Dokumentasi D

1 komentar:

  1. Casino Vegas 777 - Mapyro
    Welcome to Casino 안산 출장마사지 Vegas 의정부 출장마사지 777. Our website is updated live, and 수원 출장마사지 we have the 정읍 출장마사지 latest updates. Check 안양 출장마사지 back soon for more information. More information. Location: 777 Casino Drive.

    BalasHapus